Kamis, 17 Maret 2011

FERIAL 224108055

PROPOSAL SKRIPSI

BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Transportasi udara niaga dewasa ini mengalami perkembangan pesat, hal tersebut
dapat dilihat dari banyak perusahaan atau maskapai penerbangan yang melayani jasa
penerbangan ke berbagai rute penerbangan baik domestik maupun internasional, sampai
dengan tahun 2007 terdapat 31 perusahaan atau maskapai penerbangan yang beroperasi
dengan menggunakan pesawat terbang sebanyak 226. Perusahaan-perusahaan yang melayani
jasa penerbangan niaga diantaranya Garuda, Merpati, Sriwijaya, Mandala, Lion Air dan lainlain.
Perkembangan dan pertumbuhan industri penerbangan tersebut tidak terlepas dari
peningkatan jumlah pengguna jasa transportasi udara. Berdasarkan data statistik dari
Direktorat Hubungan Udara Departemen Perhubungan pada Tahun 2007 terdapat 38.000.000
(tiga puluh delapan juta) penumpang tercatat menggunakan jasa transportasi udara niaga
berjadwal, dan diperkirakan di tahun 2008 jumlah tersebut akan meningkat menjadi
40.000.000 ( empat puluh juta ) penumpang. Ada beberapa alasan konsumen menggunakan
jasa transportasi udara, diantaranya untuk kepentingan bisnis, kepentingan pariwisata, dan
berbagai urusan lainnya. Dilihat dari aspek penyelenggaraan penerbangan terdapat dua bentuk
kegiatan penerbangan, yaitu penerbangan komersil dan penerbangan bukan komersil.
Penerbangan komersil atau niaga merupakan bentuk transportasi udara yang mengenakan
biaya bagi penggunanya. Jenis penerbangan ini dibedakan lagi menjadi dua bentuk, yaitu
penerbangan niaga berjadwal dan penerbangan niaga tidak berjadwal.
Perkembangan jumlah perusahaan penerbangan di satu sisi menguntungkan bagi para
pengguna jasa transporatsi udara (penumpang dan pemilik kargo) karena akan banyak pilihan.
Perusahaan-perusahaan tersebut bersaing untuk untuk menarik penumpang sebanyakbanyaknya
dengan menawarkan tarif yang lebih murah atau menawarkan berbagai bonus.
Namun di sisi lain, dengan tarif yang murah tersebut sering menurunkan kualitas pelayanan
(service), bahkan yang lebih mengkhawatirkan lagi adalah akan menyebabkan berkurangnya
kualitas pemeliharaan (maintenance) pesawat sehingga rawan terhadap keselamatan
penerbangan dan akan berdampak kurang baik terhadap keamanan, kenyamanan dan
perlindungan konsumen.
Menjamurnya maskapai penerbangan dalam kurun waktu 10 tahun terakhir di satu sisi
memberikan implikasi positif bagi masyarakat pengguna jasa penerbangan, yaitu banyak
pilihan atas operator penerbangan dengan berbagai ragam pelayanannya. Di samping itu,
banyaknya maskapai penerbangan telah menciptakan iklim yang kompetitif antara satu
maskapai penerbangan dengan maskapai penerbangan lainya yang pada ujungnya melahirkan
tiket murah yang diburu masyarakat secara antusias. Namun, kompetisi ini pada sisi lain juga
menimbulkan kekhawatiran bahwa harga tiket murah akan berdampak pada kualitas layanan,
khususnya layanan atas perawatan pesawat. Kekhawatiran tersebut muncul akibatnya sering
terjadinya kecelakaan pesawat terbang.
Pada dasarnya dalam kegiatan pengangkutan udara niaga terdapat dua pihak, yaitu
pengangkut dalam hal ini adalah perusahaan atau maskapai penerbangan dan pihak pengguna
jasa atau konsumen. Para pihak tersebut terikat oleh suatu perjanjian, yaitu perjanjian
pengangkutan. Sebagaimana layaknya suatu perjanjian yang merupakan manisfestasi dari
hubungan hukum yang bersifat keperdataan maka di dalamnya terkandung hak dan kewajiban
yang harus dilaksanakan dan dipenuhi, yang biasa dikenal dengan istilah “ prestasi”.
Dalam hukum pengangkutan, kewajiban pengangkut antara lain mengangkut
penumpang dan/atau barang dengan aman, utuh dan selamat sampai di tempat tujuan,
memberikan pelayanan yang baik, mengganti kerugian penumpang dalam hal adanya kerugian
yang menimpa penumpang, memberangkatkan penumpang sesuai dengan jadwal yang telah
ditetapkan dan lain-lain. Sedangkan kewajiban penumpang adalah membayar ongkos
pengangkutan yang besarnya telah ditentukan, menjaga barang-barang yang berada dibawah
pengawasannya, melaporkan jenis-jenis barang yang dibawa terutama barang-barang yang
berkategori berbahaya, mentaati ketentuan-ketentuan yang ditetapkan pengangkut yang
berkenaan dengan pengangkutan. Hak dan kewajiban para pihak tersebut biasanya dituangkan
dalam suatu dokumen perjanjian pengangkutan.
Secara teoritis, perjanjian pengangkutan merupakan suatu perikatan dimana satu pihak
menyanggupi untuk dengan aman membawa orang atau barang dari suatu tempat ke tempat
lain sedangkan pihak lainnya, menyanggupi untuk membayar ongkosnya6. Ketentuan tentang
pengangkutan tersebut juga berlaku di dalam kegiatan pengangkutan atau transportasi udara,
dalam hal ini pengangkut atau maskapai penerbangan berkewajiban untuk mengangkut
penumpang dengan aman dan selamat sampai di tempat tujuan secara tepat waktu, dan sebagai
konpensasi dari pelaksanaan kewajibannya tersebut maka perusahaan penerbangan
mendapatkan bayaran sebagai ongkos penyelenggaran pengangkutan dari penumpang.
Dalam praktik kegiatan transportasi udara niaga sering kali pengangkut tidak
memenuhi kewajibannya secara baik dan benar atau dapat dikatakan telah melakukan “
wanprestasi”. Beberapa kasus atau fakta yang dapat dikategorikan sebagai bentuk
wanprestasi oleh pengangkut adalah tidak memberikan keselamatan dan keamanan
penerbangan kepada penumpang yaitu, berupa terjadinya kecelakaan pesawat yang
mengakibatkan penumpang meninggal dunia dan/atau cacad, penundaan penerbangan atau “
delay”, keterlambatan, kehilangan atau kerusakan barang bagasi milik penumpang, pelayanan
yang kurang memuaskan, informasi yang tidak jelas tentang produk jasa yang ditawarkan dan
lain-lain. Sebagaiman terungkap dari hasil penelitian dan pantauan Badan Perlindungan
Konsumen Nasional (BKPN) tercatat sekitar tujuh maskapai penerbangan yang kerap
dikeluhkan konsumen. Ketujuh maskapai tersebut adalah Airasia, Lion Air, Garuda, Adam
Air, Sriwijaya Air, Mandala dan terakhir Batavia Air. Bentuk-bentuk pengaduan konsumen
yang disampaikan antara lain, yakni penundaan jadwal penerbangan tanpa pemberitahuan ,
kehilangan barang di bagasi, tiket hangus, tempat duduk, menolak booking lewat telepon, serta
pengaduan lainnya seperti barang di bagasi ditelantarkan, pembantalan tiket (refund), sikap
pramugra/i, keamanan dan kebersihan.
Setiap kecelakan penerbangan selalu menimbulkan kerugian bagi penumpang yang
tentu saja melahirkan permasalah hukum, khususnya berkenaan dengan tanggung jawab
perusahaan penerbangan atau pengangkut (carrier) terhadap penumpang dan pemilik barang
baik sebagai para pihak dalam perjanjian pengangkutan maupun sebagai konsumen, selain itu
persoalan lain bagi konsumen adalah adanya keterlambatan pelaksanaan pengangkutan udara
yang terkadang melebihi batas toleransi. Tidak ada upaya hukum yang dapat dilakukan
terhadap permasalahan tersebut.





B.PERMASALAHAN
Fokus Penelitian ini adalah menyangkut tanggung jawab perusahaan pengangkutan
udara terhadap penumpang, hal tersebut didasari banyak keluhan atau pengaduan pengguna
jasa transportasi udara terhadap maskapai penerbangan diantaranya mengenai keterlambatan
penerbangan, kehilangan barang, dan persoalan ganti rugi akibat kecelakaan pesawat.
Sehubungan dengan itu maka permasalahan yang akan dikaji adalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah pengaturan mengenai perlindungan hukum terhadap penumpang pada
transportasi udara niaga berjadwal nasional?
2. Upaya hukum apakah yang dapat ditempuh oleh penumpang yang mengalami kerugian
dalam kegiatan transportasi udara niaga?

C. TUJUAN PENELITIAN
Ada beberapa tujuan penelitian ini, yaitu sebagai berikut:
1. menginventarisir dan menjelaskan ketentuan-ketentuan yang berkenaan dengan
perlindungan hukum terhadap penumpang pada transportasi udara niaga berjadwal.
2. menemukan upaya-upaya hukum yang dapat ditempuh oleh penumpang dalam hal
mengalami kerugian pada kegiatan transportasi udara niaga?

D. KERANGKA PEMIKIRAN
Dalam pembangunan nasional transportasi memiliki peranan yang sangat strategis,
yaitu menunjang kegiatan perekonomian dan berbagai aktifitas lainnya. Kegiatan transporatsi
merupakan kegiatan memindahkan sesuatu dari suatu tempat ke tempat lain. Dewasa ini
pemerintah sedang menggalakan pembangunan sektor transportasi. Pembangunan sektor
transportasi diarahkan pada terwujudnya sistem transportasi nasional yang handal,
berkemampuan tinggi dan diselenggarakan secara efektif dan efesien dalam menunjang dan
sekaligus menggerakkan dinamika pembangunan, mendukung mobilitas manusia, barang serta
jasa, mendukung pola distribusi nasional serta mendukung pengembangan wilayah dan
peningkatan hubungan internasional yang lebih memantapkan perkembangan kehidupan
berbangsa dan bernegara dalam rangka perwujudan wawasan nusantara.
Transportasi sebagai urat nadi kehidupan berbangsa dan bernegara, mempunyai fungsi
sebagai penggerak, pendorong dan penunjang pembangunan. Transportasi merupakan suatu
sistem yang terdiri dari sarana dan prasarana yang didukung oleh tata laksana dan sumber daya
manusia membentuk jaringan prasarana dan jaringan pelayanan. Keberhasilan pembangunan
sangat ditentukan oleh peran sektor transportasi. Karenanya sistem transportasi perlu
diperhatikan secara serius agar mampu menghasilkan jasa transportasi yang handal,
berkemampuan tinggi dan diselenggarakan secara terpadu, tertib, lancar, aman, nyaman dan
efisien dalam menunjang dan sekaligus menggerakkan dinamika pembangunan; mendukung
mobilitas manusia, barang serta jasa. Bagi masyarakat transportasi memiliki manfaat yang
sangat besar, yaitu sangat berperan dalam mendukung segala bentuk aktifitas sehari, atau
dapat dikatakan transportasi memiliki banyak dimensi dan urgensi. Pentingnya peran dan
fungsi transportasi tersebut sebab terkait dengan mobilitas masyarakat dengan berbagai bentuk
kepentingan dan keperluan hidup, misalnya kepentingan bisnis, pendidikan, pariwisata,
kegiataan pemerintahan dan lain-lain. Salah satu bentuk transportasi adalah transportasi udara,
jenis moda transportasi ini dewasa ini sedang mengalami perkembangan pesat. Transportasi
melalaui udara merupakan alat transportasi yang mutakhir dan tercepat dengan jangkauan
yang luas. Ada beberapa kelebihan transportasi melalui udara , yaitu antara lain15:
1. faktor kecepatan (speed), hal ini karena pada transportasi udara
menggunakan pesawat terbang yang memiliki kecepatan.
2. Keuntungan kedua dari angkutan udara adalah bahwa jasanya dapat
diberikan untuk daerah-daerah yang tidak ada permukaan jalannya seperti daerah-daerah
penggunungan, berjurang-jurang;
3. Untuk angkutan yang jaraknya jauh maka lebih menguntungkan dengan
angkutan udara;
4. Adanya keteraturan jadwal dan frekuensi penerbangan.

Dalam kegiatan penerbangan yang paling terpenting adalah faktor keselamatan
merupakan syarat utama bagi dunia penerbangan, di samping faktor kecepatan dan
kenyamanan. Namun rupanya akhir-akhir ini faktor keselamatan ini kurang mendapat
perhatian, baik dari sisi pemerintah, perusahaan penerbangan, maupun masyarakat pengguna
jasa angkutan sendiri. Regulasi yang tidak jelas, kurangnya pengawasan, dan lemahnya dalam
penegakkan hukum, menyebabkan banyak pesawat yang secara tehnis tidak atau kurang laik
terbang dapat memperoleh izin untuk terbang. Di samping itu juga penyediaan dan
pemeliharaan sarana dan prasaran penerbangan kurang mendapat perhatian yang serius.
Demikian halnya dengan birokrasi dan koordinasi yang tidak pernah sembuh dari penyakitnya.
Apabila pengawasan dan penegakkan hukum dilaksanakan secara sungguh-sungguh, mungkin
tidak perlu ada pengumuman secara terbuka tentang daftar perusahaan penerbangan yang tidak
memenuhi syarat keselamatan penerbangan, yang dampaknya sangat luas, ibarat membuka aib
sendiri.
Dewasa ini jumlah perusahaan penerbangan domestik demikian banyak, perusahaan
baru bermunculan seperti jamur di musim hujan (termasuk munculnya perusahaan
penerbangan daerah sebagai akibat dari otonomi daerah). Hal itu menyebabkan persaingan
menjadi sangat ketat sehingga menjurus ke arah persaingan tidak sehat. Salah satu contohnya
adalah dengan perang tarif, berlomba dalam mengenakan tarif murah. Dengan tarif murah
dimaksudkan untuk menarik penumpang sebanyak-banyaknya. Untuk mengimbangi
keuntungan yang minim, maka dilakukan efisiensi dalam hal pengeluaran. Fatalnya tindakan
efisiensi tersebut langsung atau tidak langsung berkaitan dengan masalah keselamatan
penerbangan, di samping dengan cara menurunkan mutu pelayanan kepada penumpang
(misalnya saja makanan, minuman, atau kenyaman).
Sedangkan jika dilihat dari sisi pengguna jasa angkutan udara sendiri sering tidak
kooperatif atau tidak menyadari betapa pentingnya sikap dan perilaku kita dalam menjaga
keselamatan penerbangan. Mulai dari sangat menyukai untuk lebih memilih penerbangan
murah (mungkin hal ini berkaitan dengan daya beli masyarakat yang masih lemah) meskipun
kita tahu faktor kualitas keamanan dan keselamatan, ketepatan jadwal, pelayanan, dan
kenyamanannya sangat rendah. Jadi tidak ada pembelajaran dari pihak konsumen, padahal ini
sangat penting agar maskapai penerbangan memperbaiki kinerjanya.
Mobilitas manusia dalam era globalisasi dewasa ini sungguh sangat tinggi, terutama
bagi dunia bisnis dan pariwisata. Penerbangan merupakan satu-satunya moda yang efektif dan
efisien. Daya tarik moda transportasi udara adalah kecepatan, kenyamanan, dan keselamatan.
Faktor kecepatan yang merupakan salah satu ciri khas mengapa penerbangan lebih diminati,
akan tetapi justeru sebaliknya sering ditemukan kasus-kasus terjadinya keterlambatan dalam
jadwal terbang (time schedule). Begitu juga dengan pelayanan (service) yang diberikan oleh
maskapai penerbangan kita semua tahu dan merasakan bagaimana buruknya pelayanan
masakapai penerbangan kita kepada penumpang di dalam pesawat. Dari mulai cara melayani
penumpang sampai pada masalah suguhan, sungguh sangat memprihatinkan. Padahal sebagai
perusahaan jasa, hal-hal itu akan sangat menentukan pilihan kita sebagai konsumen untuk
menggunakan masakapai yang mana.
Menurut E. Syaifullah16 ada beberapa persoalan mendasar yang kini dihadapi dalam
kegiatan transportasi udara, yaitu antara lain:
Pertama, dari sisi regulasi masih belum tertata dengan baik, mulai dari sistematika materi
peraturan perundang-undangan nasional sampai pada tahap implementasinya di lapangan
masih perlu penanganan yang serius.
Kedua, dengan makin banyaknya jumlah maskapai
penerbangan nasional, di satu sisi baik karena akan memberikan banyak pilihan bagi
konsumen, namun di sisi lain menimbulkan persaingan yang salah kaprah, bukan dalam
bagaimana memberikan service yang terbaik tapi dalam bentuk perang tarif untuk dapat
meraup penumpang sebanyak-banyaknya. Akibatnya, untuk mengimbangi keuntungan yang
berkurang maka dilakukan efisiensi yang sayangnya salah kaprah pula sehingga berdampak
sangat besar terhadap faktor keselamatan penerbangan. Karena seringnya kecelakaan terjadi
menimbulkan citra buruk terhadap dunia penerbangan kita, yang akhirnya mendapat sanksi
dari dunia internasional.
Ketiga, era globalisasi dan liberalisasi, termasuk di bidang
penerbangan, adalah suatu keniscayaan, namun di sisi lain dunia penerbangan nasional kita
belum siap menghadapinya.
Dalam kegiatan transportasi udara niaga, terdapat dua pihak yang melakukan
hubungan hukum, yaitu pihak perusahaan atau maskapai penerbangan yang bertindak sebagai
pengangkut, dan pihak pengguna jasa yang salah satunya adalah penumpang (konsumen). Para
pihak terikat dalam suatu perjanjian, yaitu perjanjian pengangkut. Sebagaimana layaknya
suatu perjanjian di dalamnya terdapat hak dan kewajiban para pihak, hak dan kewajiban
tersebut melahirkan “prestasi”.
Berkenaan dengan hak dan kewajiban para pihak dalam kegiatan pengangkutan udara
niaga telah ditentukan di dalam peraturan perundang-undangan. Ada beberapa peraturan
perundang-undangan yang mengatur tentang kegiatan penerbangan niaga, yaitu antara lain
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1992 tentang penerbangan, dengan beberapa peraturan
pelaksananya berupa Peraturan Pemerintah, keputusan Menteri Perhubungan, kemudian
Ordonantie 1939, dan beberapa konvensi internasional misalnya konvesni Warsawa 1929.
Selain peraturan-peraturan di atas masih ada lagi ketentuan peraturan perundang-undangan
yang dapat diberlakukan, yaitu Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tidak hanya diharapkan dapat menjadi
payung integrasi dari keseluruhan ketentuan perlindungan hukum bagi konsumen, tetapi lebih
jauh lagi, undang-undang tersebut dapat menjadi payung legislatif dan acuan bagi seluruh
peraturan perundang-undangan lainya yang secara parsial melindungi kepentingan konsumen
terhadap bidang-bidang tertentu17.
Dalam praktik kegiatan perdagangan posisi konsumen adalah lemah maka konsumen
harus dilindungi. Istilah “perlindungan konsumen” berkaitan dengan perlindungan hukum.
Adapun materi yang mendapatkan perlindungan itu bukan sekedar fisik, melainkan terlebihlebih
hak-haknya yang bersifat abstrak. Dengan kata lain, perlindungan konsumen
sesungguhnya identik dengan perlindungan yang diberikan hukum terhadap hak-hak
konsumen18. Khusus mengenai perlindungan konsumen, menurut Yusuf Shofie19undangundang
perlindungan konsumen di Indonesia mengelompokan norma-norma perlindungan
konsumen ke dalam 2 (dua) kelompok, yaitu;
1. perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha
2. ketentuan tentang pencantuman klausula baku.
Dengan adanya pengelompokan tersebut ditujukan untuk memberikan perlindungan
terhadap konsumen dari atau akibat perbuatan yang dilakukan oleh pelaku usaha.

E. METODE PENELITIAN
Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisis dan
konstruksi yang ditentukan secara metodologis, sistematis dan konsisten. Metodologi berarti
sesuai dengan metode atau cara tertentu, sistematis adalah berdasarkan sistem, sedangkan
konsisten berarti tidak adanya hal-hal yang bertentangan dalam kerangka tertentu26. Penelitian
hukum merupakan upaya untuk mencari dan menemukan pengetahuan yang benar mengenai
hukum, yaitu pengetahuan yang dapat dipakai untuk menjawab atau memecahkan secara benar
suatu masalah tentang hukum. Mencari dan menemukan itu tentu saja ada caranya, yaitu
melalui metode27. Dalam penelitian ini menggunakan penelitian normatif ,yaitu melakukan
kajian terhadap berbagai peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan
hukum terhadap penumpang pada transportasi udara niaga.

1. Pendekatan Masalah
Pada penelitian ini yang dijadikan obyek penelitian adalah aspek perlindungan hukum
terhadap penumpang pada transportasi udara niaga berjadwal nasional. Sehubungan dengan
obyek penelitian tersebut, maka dalam upaya untuk memperoleh gambaran yang jelas, terinci,
maka digunakan pendekatan yuridis normatif. Pendekatan normatif dilakukan dengan cara
mengkaji ketentuan-ketentuan yang berlaku yang berkenaan dengan kegiatan transportasi
udara niaga berjadwal, sehingga dapat diperoleh gambaran yang jelas tentang ketentuanketentuan
yang mengatur yang dapat digunakan dalam rangka memberikan perlindungan
hukum terhadap penumpang yang menggunakan jasa transportasi udara niaga berjadwal.

2. Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini, adalah data sekunder. Pengumpulan data
sekunder dilakukan dengan menggunakan metode kepustakaan (library studies) atau dikenal
juga dengan nama studi dokumen.
Data sekunder berupa bahan hukum primer yang akan dikaji berupa peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan hukum terhadap penumpang
transportasi udara niaga berjadwal, yaitu antara lain:
1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.
2. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1992 Tentang Penerbangan;
3. Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2001 Tentang Keamanan dan Keselamatan
penerbangan
4. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1995 Tentang Angkutan Udara
5. Ordonansi Penerbangan 1939 atau OPU 1939;
Bahan hukum sekunder, yang digunakan berupa bahan-bahan hukum yang
memberikan penjelasan bahan hukum primer meliputi literatur-literatur ilmu pengetahuan
hukum dan hukum pengetahuan, dan jurnal yang penulis peroleh dari perpustakaan, dan
artikel-artikel yang berhubungan dengan permasalahan.
Penelitian ini juga akan menggunakan internet sebagai media dalam penelusuran data
yang memiliki relevansi dengan topik penelitian, yaitu dengan cara mengunjungi situs-situs
internet yang memuat tulisan-tulisan atau data yang berkenaan dengan transportasi udara,
yaitu situs Direktorat Hubungan Udara Departemen Perhubungan yang banyak memuat data
dan informasi yang berkaitan dengan kegiatan penerbangan niaga, dan beberapa situs internet
yang lain yang relevan dengan permasalah yang dikaji dalam penelitian ini, misalnya situs
internet maskapai penerbangan.
Sedangkan Bahan hukum tersier, yaitu bahan yang memberi petunjuk maupun
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder yang terdiri dari kamus bahasa, kamus
hukum dan pedoman penulisan karya ilmiah.

3. Spesifikasi Penelitian
Spesifikasi dalam penelitian ini adalah preskreptif analitis, yaitu kajian komprehensif
analitis terhadap data primer dan data sekunder, sehingga pada akhirnya dapat menjawab
semua permasalahan yang telah disusun sebelumnya. Hasil dari kajian dipaparkan secara
lengkap, rinci, jelas dan sistematis sebagai sebuah karya ilmiah yang bersifat akademikteoritik
yang dituangkan dalam bentuk tesis yang bertitik tolak pada tanggung jawab
perusahaan penerbangan terhadap konsumen, dan menjadikan Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen dan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1992
Tentang Penerbangan sebagai fokus kajian.

4. Metode Pengolahan Data
Data yang diperoleh selanjutnya diolah dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1) Seleksi data, yaitu pemeriksaan data untuk mengetahui apakah data tersebut sudah lengkap
sesuai dengan keperluan penelitian.
2) Klasifikasi data, yaitu menempatkan data sesuai dengan bidang pokok bahasan agar mudah
dalam menganalisisnya.
3) Sistematika data, yaitu penyusunan data menurut sistematika yang ditetapkan dalam
penelitian sehingga mempermudah dalam analisa.



5. Analisis data
Data yang telah diolah dianalisis secara normatif -kualitatif, yaitu memberi arti dan
menginterpretasikan setiap data yang telah diolah kemudian diuraikan secara komprehensif
dan mendalam dalam bentuk uraian kalimat yang sistematis untuk kemudian ditarik
kesimpulan. Terdapat tiga tahap model air dalam analisis data, yaitu reduksi data, penyajian
data, dan verifikasi data. Ketiga tahapan tersebut akan dilakukan secara simultan.


F. SISTEMATIKA DAN PERTANGGUNGJAWABAN PENULISAN
Hasil penelitian ini disusun menjadi karya ilmiah dalam bentuk tesis yang terbagi
dalam empat bab, disajikan dalam bentuk diskripsi dengan sistematika penulisan tersusun
sebagai berikut :

Bab I berupa Pendahuluan memuat latar belakang, permasalahan, tujuan dan kegunaan
penelitian, krangka pemikiran, metode penelitian, yang pada intinya memuat alasan-alasan
ketertarikan dilakukannya penelitian ini, yaitu adanya kondisi lemahnya posisi konsumen
dalam kegiatan transportasi udara niaga berjadwal,misalnya banyaknya peristiwa kecelakaaan
pesawat, keterlambatan penerbangan, kehilangan barang dan lain-lain yang semua berdampak
pada kerugian bagi konsumen sehingga perlu dilakukan kajian secara obyektif-akademis.
Selain itu, pada bab 1 ini juga dipaparkan prosedur dan tata cara penelitian hukum mengikuti
kaidah penelitian ilmiah yang telah berlaku umum, sehingga dapat diperoleh hasil penelitian
yang obyektif.

Bab II memuat berbagai teori dan pendapat, ide dan pemikiran dari para ahli serta
peraturan yang berlaku berkaitan erat dengan masalah transportasi udara, yaitu berupa konsepkonsep
hukum pengangkutan, konsep perjanjian pengangkutan, hubungan hukum dalam
kegiatan pengangkutan udara niaga, serta dokumen hukum dalam pengangkutan udara niaga,
konsep perlindungan terhadap konsumen.

Bab III secara umum menguraikan tentang hasil penelitian yang merupakan hasil
pembahasan terhadap permasalahan penelitian yang telah disusun sebelumnya yaitu mengenai
pengaturan tentang perlindungan hukum terhadap penumpang transportasi udara niaga dalam
sisitem hukum positif Indonesia, hasil kajian terhadap implementasi dari peraturan mengenai
perlindungan hukum terhadap penumpang transportasi udara niaga dalam praktik sehari-hari,
dan selanjutnya memuat hasil penelitian tentang faktor-faktor atau indikator dalam
menentukan jadwal penerbangan atau pemberangkatan penerbangan.
Bab IV merupakan akhir dari penulisan penelitian dalam bentuk tesis yang berisikan
simpulan dan saran guna memberikan masukan bagi pihak-pihak yang terkait.























BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Ruang Lingkup Pengangkutan Pada Umumnya
1. Pengertian Transportasi atau Pengangkutan
Dalam kegiatan sehari-hari kata pengangkutan sering diganti dengan kata”
transportasi”. Pengangkutan lebih menekankan pada aspek yuridis sedangkan transportasi
lebih menekankan pada aspek kegiatan perekonomian, akan tetapi keduanya memiliki
makna yang sama, yaitu sebagai kegiatan pemindahan dengan menggunakan alat angkut.
Secara etimologis, transportasi berasal dari bahasa latin, yaitu transportare, trans berarti
seberang atau sebelah lain; dan portare berarti mengangkut atau membawa. Dengan
demikian, transportasi berarti mengangkut atau membawa sesuatu ke sebelah lain atau dari
suatu tempat ke tempat lainnya. Hal ini berarti bahwa transportasi merupakan jasa yang
diberikan, guna menolong orang atau barang untuk dibawa dari suatu tempat ke tempat lain
lainnya. Sehingga transportasi dapat didefenisikan sebagai usaha dan kegiatan mengangkut
atau membawa barang dan/atau penumpang dari suatu tempat ke tempat lainnya.
Abdulkadir Muhammad mendefenisikan Pengangkutan sebagai proses kegiatan
pemindahan penumpang dan/atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan
menggunakan berbagai jenis alat pengangkut mekanik yang diakui dan diatur undangundang
sesuai dengan bidang angkutan dan kemajuan teknologi. Selanjutnya ia
menambahkan bahwa pengangkutan memiliki tiga dimensi pokok, yaitu pengangkutan
sebagai usaha, pengangkutan sebagai perjanjian dan pengangkutan sebagai proses.
Pengangkutan sebagai usaha memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1) Berdasarkan suatu perjanjian;
2) Kegiatan ekonomi di bidang jasa;
3) Berbentuk perusahaan;
4) Menggunakan alat angkut mekanik.
Pengangkutan sebagai perjanjian, pada umumnya bersifat lisan (tidak tertulis) tetapi
selalu didukung oleh dokumen angkutan. Perjanjian pengangkutan dapat juga dibuat tertulis
yang disebut perjanjian carter, seperti carter pesawat udara untuk pengangkutan jemaah haji,
carter kapal untuk pengangkutan barang dagang Perjanjian pengangkutan dapat juga dibuat
tertulis yang disebut perjanjian carter, seperti carter pesawat udara untuk pengangkutan
jemaah haji, carter kapal untuk pengangkutan barang dagangan.
Pengangkutan sebagai suatu proses mengandung makna sebagai serangkaian perbuatan
mulai dari pemuatan ke dalam alat angkut, kemudian dibawa menuju tempat yang telah
ditentukan, dan pembongkaran atau penurunan di tempat tujuan. Sedangkan pendapat lain
menyatakan pengangkutan niaga adalah rangkaian kegiatan atau peristiwa pemindahan
penumpang dan/atau barang dari suatu tempat pemuatan ke tempat tujuan sebagai tempat
penurunan penumpang atau pembongkaran barang. Rangkaian kegiatan pemindahan tersebut
meliputi :
a) Dalam arti luas, terdiri dari:
1. memuat penumpang dan/atau barang ke dalam alat pengangkut
2. membawa penumpang dan/atau barang ke tempat tujuan
3. menurunkan penumpang atau membongkar barang-barang di tempat tujuan.
b) Dalam arti sempit, meliputi kegiatan membawa penumpang dan/atau barang dari
stasiun/terminal/pelabuhan/bandar udara tempat tujuan.
Pengangkutan adalah perjanjian timbal balik antara pengangkut dan pengirim, dimana
pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan/ atau orang
dari suatu tempat ketempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan pengirim mengikatkan
diri untuk membayar uang angkutan. Defenisi ini memiliki kesamaan dengan defenisi
sebelumnya, dengan sedikit perbedaan yaitu adanya penekanan pada aspek fungsi dari
kegiatan pengangkutan, yaitu memindahkan orang atau barang dari suatu tempat ke tempat
lain, dengan maksud untuk meningkatkan daya guna atau nilai.
Selain defenisi di atas ada yang menyatakan bahwa Pengangkutan adalah perpindahan
tempat, baik mengenai benda-benda maupun orang-orang, dengan adanya perpindahan
tersebut maka mutlak diperlukannya untuk mencapai dan meninggikan manfaat serta
efisiensi.
Menurut Ridwan Khairindy, pengangkutan merupakan pemindahan barang dan
manusia dari tempat asal ke tempat tujuan. Ada beberapa unsur pengangkutan, yaitu sebagai
berikut:
1. adanya sesuatu yang diangkut;
2. tersedianya kendaraan sebagai alat angkut
3. ada tempat yang dapat dilalui alat angkut.
Proses pengangkutan merupakan gerak dari tempat asal dari mana kegiatan angkutan
dimulai ke tempat tujuan di mana angkutan itu diakhiri. Menurut Soegijatna Tjakranegara,
pengangkutan adalah memindahkan barang atau commodity of goods dan penumpang dari
suatu tempat ketempat lain, sehingga pengangkut menghasilkan jasa angkutan atau produksi
jasa bagi masyarakat yang membutuhkan untuk pemindahan atau pengiriman barangbarangnya.
Secara yuridis defenisi atau pengertian pengangkutan pada umumnya tidak ditemukan
dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia. Walaupun demikian, pengangkutan itu
menurut hukum atau secara yuridis dapat didefenisikan sebagai suatu perjanjian timbal balik
antara pihak pengangkut dengan pihak yang diangkut atau pemilik barang atau pengirim,
dengan memungut biaya pengangkutan.

2. Klasifikasi Transportasi atau Angkutan
Transportasi atau pengangkutan dapat dikelompokan menurut macam atau moda atau
jenisnya(modes of transportation) yang dapat ditinjau dari segi barang yang diangkut, dari
segi geografis transportasi itu berlangsung, dari sudut teknis serta dari sudut alat
angkutannya. Secara rinci klasifakasi transportasi sebagai berikut :
1) Dari segi barang yang diangkut, transportasi meliputi:
a) angkutan penumpang (passanger);
b) angkutan barang (goods);
c) angkutan pos (mail).
2) Dari sudut geografis. Ditinjau dari sudut geografis, transportasi dapat dibagi menjadi;
a) Angkutan antar benua: misalnya dari Asia ke Eropah;
b) Angkutan antar kontinental: misalnya dari Francis ke Swiss dan diseterusnya sampai
ke Timur Tengah;
c) Angkutan antar pulau: misalnya dari Pulau Jawa ke Pulau Sumatera;
d) Angkutan antar kota: misalnya dari Jakarta ke Bandung;
e) Angkutan antar daerah: misalnya dari Jawa Barat ke Jawa Timur;
f) Angkutan di dalam kota: misalnya kota Medan, Surabaya dan lain-lain.
3) Dari sudut teknis dan alat pengangkutnya, Jika dilihat dari sudut teknis dan alat
angkutnya, maka transportasi dapat dibedakan sebagai berikut:
a) Angkutan jalan raya atau highway transportation(road transportation), seperti
pengangkutan dengan menggunakan truk,bus dan sedan;
b) Pengangkutan rel (rail transportation), yaitu angkutan kereta api, trem listrik dan
sebagainya. Pengangkutan jalan raya dan pengangkutan rel kadang-kadang keduanya
digabung dalam golongan yang disebut rail and road transportation atau land
transportation (angkutan darat);
c) Pengangkutan melalui air di pedalaman( inland transportation), seperti pengangkutan
sungai, kanal, danau dan sebagainya;
d) Pengangkutan pipa (pipe line transportation), seperti transportasi untuk mengangkut
atau mengalirkan minyak tanah,bensin dan air minum;
e) Pengangkutan laut atau samudera (ocean transportation), yaitu angkutan dengan
menggunakan kapal laut yang mengarungi samudera;
f) Pengangkutan udara (transportation by air atau air transportation), yaitu
pengangkutan dengan menggunakan kapal terbang yang melalui jalan udara.

3. Fungsi dan Kegunaan Pengangkutan atau transportasi
Dalam ilmu ekonomi dikenal beberapa bentuk nilai dan kegunaan suatu benda, yaitu
nilai atau kegunaan benda berdasarkan tempat (place utility) dan nilai atau kegunaan karena
waktu (time utility). Kedua nilai tersebut secara ekonomis akan diperoleh jika barangbarang
atau benda tersebut diangkut ketempat dimana nilainya lebih tinggi dan dapat
dimanfaatkan tepat pada waktunya. Dengan demikian pengangkutan memberikan jasa
lepada masyarakat yang disebut” jasa pengangkutan”.
Menurut Sri Redjeki Hartono pengangkutan dilakukan karena nilai barang akan lebih
tinggi di tempat tujuan daripada di tempat asalnya, karena itu dikatakan pengangkutan
memberi nilai kepada barang yang diangkut dan nilai ini lebih besar daripada biaya-biaya
yang dikeluarkan. Nilai yang diberikan adalah berupa nilai tempat (place utility) dan nilai
waktu (time utility). Nilai tempat (place utility) mengandung pengertian bahwa dengan
adanya pengangkutan berarti terjadi perpindahan barang dari suatu tempat, dimana barang
tadi dirasakan kurang berguna atau bermanfaat di tempat asal, akan tetapi setelah adanya
pengangkutan nilai barang tersebut bertambah, bermanfaat dan memiliki nilai guna bagi
manusia, oleh karena itu apabila dilihat dari kegunaan dan manfaatnya bagi manusia, maka
barang tadi sudah berambah nilainya karena ada pengangkutan. Nilai Kegunaan Waktu (
time utility), dengan adanya pengangkutan berarti bahwa dapat dimungkinkan terjadinya
suatu perpindahan barang dari suatu tempat ke tempat lainnya dimana barang tersebut lebih
diperlukan tepat pada waktunya.
Sementara itu menurut Rustian Kamaludin pada dasarnya, pengangkutan atau
transportasi atau perpindahan penumpang atau barang dengan transportasi adalah dengan
maksud untuk dapat mencapai tempat tujuan dan menciptakan atau menaikkan utilitas atau
kegunaan dari barang yang diangkut, yaitu utilitas karena tempat dan utilitas karena waktu.
Selanjutnya dinyatakan bahwa peran penting dari transportasi dikaitkan dengan aspek
ekonomi dan sosial-ekonomi bagi masyarakat dan negara, yaitu sebagi berikut:
1. Berperan dalam hal ketersediaan barang (availability of goods);
2. Stabilisasi dan penyamaan harga (stabilization and equalization);
3. Penurunan harga ( price reduction);
4. Meningkatkan nilai tanah (land value);
5. Terjadinya spesialisasi antar wilayah(territorial division of labour);
6. Berkembangnya usaha skala besar(large scale production);
7. Terjadinya urbanisasi dan konsentrasi penduduk(urbanization and population
concentration) dalam kehidupan.
Menurut Abdulkadir Muhammad, pengangkutan memiliki nilai yang sangat vital
dalam kehidupan masyarakat, hal tersebut didasari oleh berbagai faktor, yaitu antara lain:
a) Keadaan geografis Indonesia yang berupa daratan yang terdiri dari beribu-ribu pulau
besar dan kecil, dan berupa perairan yang terdiri dari sebagian besar laut dan sungai
serta danau memungkinkan pengangkutan dilakukan melalui darat, perairan, dan udara
guna menjangkau seluruh wilayah negara;
b) Menunjang pembangunan di berbagai sektor
c) Mendekatkan jarak antara desa dan kota
d) Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.




4. Asas-Asas Hukum Pengangkutan
Dalam setiap undang-undang yang dibuat pembentuk undang-undang, biasanya
dikenal sejumlah asas atau prinsip yang mendasari diterbitkannya undang-undang tersebut.
Asas-asas hukum merupakan fondasi suatu undang-undang dan peraturan pelaksananya. Bila
asas-asas di kesampingkan, maka runtuhlah bangunan undang-undang itu dan segenap
peraturan pelaksananya.
Mertokusumo memberikan ulasan asas hukum sebagai berikut: “…bahwa asas hukum
bukan merupakan hukum kongkrit, melainkan merupakan pikiran dasar yang umum dan
abstrak, atau merupakan latar belakang peraturan yang kongkrit yang terdapat dalam dan di
belakang setiap sistem hukum yang terjelma dalam peraturan perundang-undangan dan
putusan hakim yang merupakan hukum positif dan dapat diketemukan dengan mencari sufatsifat
atau ciri-ciri yang umum dalam peraturan kongkrit tersebut..
Sejalan dengan pendapat Mertokusumo tersebut, Rahardjo berpendapat bahwa asas
hukum bukan merupakan peraturan hukum, namun tidak ada hukum yang bisa dipahami tanpa
mengetahui asas-asas hukum yang ada di dalamnya, asas-asas hukum memberi makna etis
kepada setiap peraturan-peraturan hukum serta tata hukum selanjutnya dipaparkan bahwa
asas hukum ia ibarat jantung peraturan hukum atas dasar dua alasan yaitu, pertama asas
hukum merpakan landasan yang paling luas bagi lahirnya suatu peraturan hukum. Ini berarti
bahwa penerapan peraturan-peraturan hukum itu dapat dikembalikan kepada asas-asas hukum.
Kedua ,karena asas hukum mengandung tuntunan etis, maka asas hukum diibaratkan sebagai
jembatan antara peraturan-peraturan hukum dengan cita-cita sosial dan pandangan etis
masyarakatnya.
Di dalam hukum pengangkutan juga terdapat asas-asas hukum, yang terbagi ke dalam
dua jenis, yaitu bersifat publik dan bersifat perdata, asas yang bersifat publik merupakan
landasan hukum pengangkutan yang berlaku dan berguna bagi semua pihak, yaitu pihak-pihak
dalam pengangkutan, pihak ketiga yang berkepentingan dengan pengangkutan, dan pihak
pemerintah.
Asas-asas yang bersifat publik biasanya terdapat di dalam penjelasan undang-undang
yang mengatur tentang pengangkutan, sedangkan asas-asas yang bersifat perdata merupakan
landasan hukum pengangkutan yang hanya berlaku dan berguna bagi kedua pihak dalam
pengangkutan niaga, yaitu pengangkut dan penumpang atau pengirim barang.


DAFTAR PUSTAKA

Websites
http://www.dephub.go.id

http://www.dirhubud.go.id

http://www.unisba.ac.id

http://www.majalahkonstan.com

http://www.angkasa-online.com

http://www.indoflyer.com

http://www.wikipedia.org

http://www.hukumonline.com

http://www.halamansatu.com

http://www.ugm.ac,id

http://niasonline.net/feed.

http://www.kapanlagi.com

http://www.pkditjenpdn.depdag.go.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar